الحمد لله الواحد القهار. العزيز الغفار. مقدر الأقدار. مصرف الأمور. مكور
الليل على النهار. تبصرة لأولى القلوب والأبصار.والصلاة والسلام على نور الأنوار
وسر الأسرار وترياق الأغيار ومفتاح باب اليسار سيدنا محمد المختار وأله الأطهار
وأصحابه الأخيار ومن جعله من الأبرار في هذه الدار. أما بعد.
Para
pendamba pemimpin yang berakhlak mulia yang saya hormati….!!!
Memasuki kehidupan modern dan arus globalisasi sekarang dan masa
mendatang, yang ditandai dengan kehidupan yang serba teknikal dan profesional,
diramalkan banyak orang yang mengabaikan dimensi moral dan agama dalam
kehidupan individu maupun sosial, dimana zaman yang serba modern ini memang
serba aneh dan kadang juga menggelikan. Hanya karena ingin mendapatkan
kesenangan dan kenikmatan dunia, banyak manusia yang dengan mudahnya melanggar
aturan dan melupakan Tuhan. Ini memang
realita yang berkembang dizaman yang serba modern dan edan ini.
Dalam buku Kalatidha, R. Ng. Rangga Warsita
mengatakan, ”amenangi zaman edan, sarwa ewuh eng pamikir, melu edan ora
tahan, yen ora melu nglakoni, ora oleh panduman” (Hidup di zaman edan
memang sulit dalam pemikiran, ikut edan tidak tahan, tapi jika tidak ikut
edan tidak mendapat bagian). Pernyataan tersebut terasa sangat cocok di
era modern ini, karena sekarang ini, kehidupan sudah benar-benar edan.
Banyak orang yang sudah tidak peduli dengan aturan, sehingga pola hidupnya pun
sering kebablasan.
Saat ini kita dihadapkan pada kebingungan dalam memilih
pemimpin bangsa dan negara yang ideal, kita sering berfikir, siapa pemimpin
yang akan kita pilih untuk bangsa dan negara kita? dan bagaimana cara memilih
pemimpin untuk bangsa dan negara tercinta kita?..kita telah melihat bahwa saat
ini banyak sekali para CAPRES dan CAWAPRES yang menjanjikan beribu-ribu janji
manis untuk rakyatnya, apakah mereka benar-benar akan menepati janji mereka,
ketika mereka menjadi presiden dan wakilnya, ataukah mereka sekedar mencari dukungan
dan simpati dari kita dan akan membuang dan melupakan janji-janji mereka
setelah mereka terpilih kelak, sedangkan kita melihat kenyataan yang telah lalu
bahwa para calon-calon itu hanya pintar
berkomentar, pintar berjanji, pintar menyusun program dengan rapi, tapi rajin mengeruk
kekayaan ketika sudah berada di atas kursi, dengan kenyataan yang seperti
itu, salahkah banyak orang yang memilih menjadi GOLPUT ketika mereka pusing
ingin memilih tetapi tidak ada pilihan karena yang dipilih hanya mengobral
janji tanpa ada bukti, manakah yang harus kita pilih? maka
pantaslah kita bingung, bagaimanakah kita harus mencari seorang pemimpin yang
bermodalkan Oral tapi juga pemimpin yang bermodalkan Moral, tapi......tidak
usah bingung-bingung, pilihlah pemimpin yang bermodal nilai pancasila:
1.
Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Bagaimana seorang pemimpin menempatkan
Ketuhan yang Maha Esa (keimanannya) menjadi prinsip pertama dalam
kepemimpinannya, sebagaimana pencasila menempatkan Ketuhanan yang Maha Esa pada
sila pertamanya, ketika seorang pemimpin telah memiliki iman yang kuat dan dia
bertanggungjawab atas kepemimpinannya karena merasa hal itu merupakan amanah
dari Tuhan, maka dia tidak akan pernah menyia-nyiakan amanah itu. Pemimpin itu percaya
bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Sebagaimana
sabda Nabi saw:
كلكم راع و كلكم مسؤول عن رعيته... (الحديث)
"setiap dari kalian adalah pemimpin, dan kalian
akan dimintai
pertanggungjawaban "
Dari sila kedua, kita pahami
bahwa manusia memerlukan keberadilan dan keberadaban, ketika manusia itu tidak
diberlakukan secara adil dan beradab maka dia tidak merasa dimanusiakan, jadi
bagaimana seorang pemimpin mampu berbuat adil dan berperilaku beradab terhadap
rakyatnya? Bisa kita ketahui dari tindak tanduk dalam sejarah hidupnya.
Dari sila
ketiga diharapkan warga negara Indonesia bisa menanggapi dan menyikapi dengan
adanya pluralitas di negara Indonesia ini, karena dengan sering kali dengan
adanya pluralitas menjadikan bangsa Indonesia semakin pecah, banyak terjadinya
konflik dimana-mana akibat ketertutupan dari masing-masing agama, fanatik yang
terlalu tinggi dari pemeluk agama, adanya klaim bahwa agamanya adalah yang
paling benar dan menafikan agama lain, bermain politik yang beratas namakan agama
dan banyak contoh-contoh yang lain yang menyebabkan tertundanya persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam menanggapi fenomena sosial
keagaamaan yang terjadi di masyarakat Indonesia sekarang ini, tugas kita semua
pada umumnya dan khususnya para pemimpin yang memegang Indonesia ini, bagaimana
mereka mampu mempersatukan negara yang plural ini? Bagaimana para pemimpin
mampu untuk tetap menjaga kesatuan dan stabilitas nasional? Dan bagaimana para
pemimpin mampu menjadikan seluruh umat beragama di Indonesia berjalan
beriringan dengan satu tujuan yaitu PERSATUAN INDONESIA dan hendaknya seorang
pemimpin mempunyai sikap bhineka tunggal ika (persatuan dalam keberagaman).
Sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Aminullah asy-Syauqy:
لا
نجاح الا بالإستقلال ولا استقلال الا بالقوة ولا قوة الا بالجماعة ولا جماعة الا
بالإتحاد
“Tidak ada keberhasilan tanpa
kemerdekaan, tidak ada kemerdekaan tanpa kekuatan, tidak ada kekuatan tanpa
golongan/perkumpulan dan tidak ada perkumpulan tanpa persatuan”
Para
kaum tua panutan bangsa, kaum muda idaman negara…
Profil idealis karakteristik
seorang pemimpin terdapat pada sila keempat pancasila, yaitu seorang yang mampu
memimpin dengan sifat hikmat, bijaksana, selalu bermusyawarah dalam mengambil
keputusan sehingga dia mampu menjadi wakil yang pantas untuk menjadi penentu
inspirasi rakyat, “Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur waktu sidang
soal rakyat”, Sedangkan contoh pemimpin Islam yang pantas kita jadikan
teladan karena beliau selalu melakukan musyawarah dalam pengambilan
keputusannya yaitu Umar bin Khattab ra. Pada waktu mau memilih tokoh untuk
diangkat menjadi kepala daerah, dia minta pendapat pada beberapa orang sahabat,
dia berkata: ”tunjukkan saya orang yang cocok untuk menjadi kepala daerah”.
Para sahabat yang diajak bicara bertanya: ”syarat- syaratnya bagaimana?...”.
Umar bin Khattab ra. menjawab: ”dia orang-orang yang berpengaruh
ditengah-masyarakatnya, meskipun dia tidak memegang jabatan pimpinan. Dan jika
dia sedang menjabat sebagai pemimpin, dia dapat hidup sebagaimana warga
masyarakat lainnya”. Dengan kalimat lain Umar bin Khattab ra. Menginginkan
kepala daerah yang mempunyai kepribadian, mempunyai integritas moral, mempunyai
sifat yang merakyat (populis), yang egaliter disamping mempunyai kemampuan dan
kemauan. Sebagaimana Qaidah Islam Merumuskan:
تصرف الإمام على
الرعية منوط بالمصلحة
”Kebijakan seorang pemimpin
terhadap rakyatnya, mengacu pada
Kemashlahatannya”
Seorang pemimpin harus
memperhatikan kemaslahatan untuk rakyatnya, namun bagaimana seorang pimimpin
dapat berbuat kemaslahatan, kalau dia tidak bersosial dengan rakyat dan tidak
bijaksana dengan segala problematika yang dihadapi rakyat.
Karakteristik
pemimpin yang adil, ketika dia mampu berbuat adil terhadap sistem sosial dan
kondisi sosial di masyarakat indonesia, setiap penduduk indonesia harus
mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal kesejahteraan sosial, politik,
ekonomi, kesehatan dan sosial budayanya dan tidak membiarkan yang kaya semakin
kaya dan menginjak yang miskin, yang miskin semakin miskin dan hanya mampu
bermimpi menjadi orang kaya, tapi!! manjadikan yang kaya seorang yang dermawan
dan menyayangi orang miskin, dan menjadikan orang miskin mampu tersenyum dan
salut dengan kedermawanan orang kaya.
Inti dari
semua sila tersebut, pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu menerapkan
butir pancasila tersebut dan diwarnai dengan unsur-unsur keagamaan sehingga dia
mampu menjadi pemimpin yang benar-benar ideal bagi masyarakatnya.
Sedangkan
dari sudut pandang Drucker, menganjurkan agar pemimpin masa depan harus
menonjol pada bidang ”lunak’ yang kurang dapat diukur secara fisik dan
matematik, seperti ”kepribadian” dan ”nilai” yang diyakini secara
pribadi. Dalam hal ini sekurang-kurangnya menjadi jelas, bahwa pemimpin masa
depan harus memiliki integritas moral, kejujuran, kesetiaan pada prinsip, harga
diri, keteguhan, tingkat semangat yang tinggi, suatu elastisitas yang
memungkinkan pemimpin mampu memelihara ketenangan batin ditengah-tengah tekanan
suasana yang berpusat pada urgensi tinggi dan perubahna cepat. Tantangan masa
depan menuntut para pemimpin untuk mampu mengidentifikasi, mempromosikan,
memperkuat dan hidup sebagai model dari nilai-nilai inti (rute models of key
core values). Pemimpin ini harus menggerakkan kelompok yang beragam kearah
tindakan bersama, dimana mereka mengorbankan beberapa otonomi mereka, demi
suatu tujuan umum jangka panjang serta memberikan yang terbaik dalam mengejar
tujuan bersama tersebut.
Tragedi nasional (kalau boleh
disebut demikian) yang dialami indonesia pada penghujung akhir abad 20, berupa
krisis moneter, krisis politik, krisis hukum dan krisis moral; menyeruaknya
tindak korupsi, kolusi, nepotisme, dan lain sebagainya, yang setiap hari tambah
terungkap biang kladinya dan dalang intelektualnya, dapat menambah keyakinan
kepada kita semua, bahwa kepemimpinan yang disalah gunakan karena lemahnya
kontrol diri dan keserakahan yang tidak terkendali, dapat menimbulkan mala
petaka, bukan hanya bagi para pemimpin itu sendiri, tetapi lebih dirasakan oleh
bawahan dan masyarakat luas pada umumnya. seperti kebijakan pemerintah sekarang
ini yang membuat suatu komisi yaitu komisi pemberantasan korupsi (KPK) yang
berusaha untuk mengatasi korupsi di Indonesia. Pertanyaannya sekarang: mampukah
KPK mengurangi atau memberantas korupsi di Indonesia dan menumpas para
koruptor-koruptor secara maksimal dan se-optimal mungkin?, ketika KPK mampu
mengemban tugasnya dan mempu mencapai
tujuannya, maka KPK harus tetap eksis pada kepemimpinan mendatang, ketika KPK sudah
tidak mampu melakukan tugasnya, maka dia tidak berhak ada di masa yang akan
datang. Solusi lebih penting adalah memoralkan orang-orang yang duduk dalam
kursi kepemimpinan.
Sedangkan nasib suatu organisasi berada
di tangan para pemimpinnya, dan hal itu bagi pemimpin dan organisasi sebesar
apapun, dari yang sebesar PBB sampai yang jauh lebih kecil semacam koperasi
disebuah RT. Kepemimpinan merupakan topik yang menarik dan tidak pernah mati
sepanjang masa, sejak Fir’aun penguasa dari Mesir dan Julius Cesar dari Romawi
hingga para pemimpin politik dan ekskutif puncak dewasa ini. Para peneliti dan
pakar memberitahukan kepada kita, bahwa pemimpin memang banyak jumlahnya,
tetapi diantara mereka itu yang memiliki sifat ”kepemimpinan”
yang efektif jauh lebih sedikit dari jumlah para pemimpin.
Saudara-saudari
seaqidah dan seiman yang dirahmati Allah....
Dari semua penjelasan yang
telah saya paparkan, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pemimpin yang ideal,
baik itu pemimpin negara, pemimpin daerah, pemimpin kabupaten sampai tingkat
terkecil yaitu pemimpin keluarga, dia harus memiliki sifa-sifat mulia agar dia
benar-benar mampu menjalankan kepemimpinannya dengan sebaik-baiknya, Contoh pemimpin
yang ideal yang menggunakan nilai-nilai agung dalam kepemimpinannya adalah umar
bin Abdul aziz bahwasannya periode keemasan islam itu ada pada ditangan beliau,
daerah kekuasaan islam terbesar ketika bendera islam berada pada tangan beliau,
semua hukum negara berlaku kepada seluruh umat islam termasuk keluarganya,
beliau tidak pernah menggunakan benda atau sesuatu apapun milik negara untuk
pribadinya atau keluarganya, beliau adalah sesosok pemimpin yang arif dan
bijaksana, karena dia benar-benar ahli dalam bidangnya yaitu memimpin negara,
segala sesuatu akan hancur ketika tidak dipegang oleh orang yang bukan ahlinya
termasuk negara ataupun pemerintah, seperti yang telah disebutkan dalam Hadits
Rasulullah SAW:
إذا وسد الأمر
الى غير أهله فانتظر الساعة
Bila sebuah urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka
tunggulah saat kehancuran
Oleh karena itu, marilah kita semua,
jangan bingung dan jangan bimbang dalam menentukan sosok pemimpin idaman
bangsa. Negara Indonesia ini adalah Negara pancasila, maka carilah dan pilihlah
pemimpin yang bermoral pancasila dan bersikap bhineka tunggal ika. Kita tahu
bahwa hidup adalah pilihan dan hidup akan terasa singkat bila dilalui dengan
pilihan yang salah.
نسأل العفو من كل نبوة لأن الإنسان
عليه الهفوة
0 comments:
Post a Comment