Tuesday, December 8, 2015

SUNRISE DALAM ELEGI MERBABU

Sun
Membuka tirai hitam menjadi santapan
Keluh, kesah sebagai penghias putaran roda kehidupan yang tak pelan
Wajah lusuh penuh Tanya, tiada punya warna dalam kehidupan
Tumpukan kardus di tengah sunyi malam yang mencekam menjadi perteduhan


     Gemerlap panorama di trotoar dan semakin bising dengan bunyi klakson di jalan raya, rintik hujan membasahi dedaunan dengan kemacetan lalu lintas mobil pulang kerja menjadikan suasana semakin memilu. dari jendela lantai 2 menatap bayang-bayang foto masa lalu yang terlihat remang di buncah air hujan pelataran rumah, sejenak gadis manis bernama Senja melirik pergelangan tangan, sudah hampir 1 jam ia berdiri di sudut ruangan itu, matanya berkaca-kaca teringat 20 tahun yang lalu, Selain kematian, tak ada hal yang memilukan baginya ketika rindu tak terhantar lagi kepadanya. Setiap tetesan bening yang mengalir kadang menjadi pilu yang menyayat rongga dadaku. Lalu, di mana kurengkuh hatimu lagi jika yang terhampar di hadapku hanyalah wajah nisan yang hitam? Tahukah kamu? Seberapa kuat aku menahan gejolak tak ingin merindumu lagi, sekuat itu pula angan tentangmu yang lalu merayuku. Lalu, beginikah rupanya Sunyi? Sunyi yang Garang.
Rindupun menjawab dengan sepi, tetes embun kedamaian perlahan menetes menjadi darah yang memerah kemudian memutih, kepala mendongak, saat tangan Tuhan yang ku harapkan darimu tak jua mendekapku.
##
    Gadis manis, berpostur tinggi, wajah santun, dan berpenampilan rapi membuatnya terlihat lebih menarik, disertai tatapan mata yang tajam memberikan symbol kekhasan gadis itu, hijab merah yang dikenakannya menghiasi parasnya. Senja, gadis yang tumbuh dewasa dengan mengubur seribu cerita.
Sepulang dari kantor, ia berniat membeli kue di toko dekat rumahnya, di depan pintu toko terlihat bocah kecil menatap pucat ditemani botol Aqua berisikan uang recehan. Tak lama kemudian Senja keluar dari toko, berniat memberikan kue kepada bocah tadi, namun ternyata bocah itu pingsan dan sudah dibopong oleh lelaki bershalkan hitam, tanpa tanya dan jawab, hanya senyuman bersinyalir spontan terlihat di wajah teduhnya lelaki tersebut. Seketika tercengang menatap Wajah yang mirip dengan Arta, kekasih yang memutih di pangkuan 20 tahun silam.
       3 menit kemudian, bocah kecil tersebut sadarkan diri, “Sudah enakan dek?” Tanya  Senja sambil mengelus rambut kumal si bocah malang, bocah itu hanya menatap pelan penuh tanya aku dimana? Dan siapa kakak?, jangan takut, saya kak Senja,  tadi melihatmu pingsan di depan toko, nama kamu siapa? N-a-m-a-k-u E-s-h-a sambil tertatih menjawabnya. Esha…nama yang ganteng, rayu Senja mencairkan suasana ketegangan Esha, diseliri senyum ramah dengan segelas milk chocolate di tangannya. Meminta Esha untuk meneguknya.
##
     Batin Senja mulai berkecamuk kembali, sayat pilu yang terkubur  berpuluh tahun lamanya, kini seolah hadir kembali, Senja menukik Hiruk pikuk ruang lapang menjadikannya kuat seiring dengan hadirnya malaikat kecil “Esha” yang menghiasi kegamangannya, meski sering terperangah, ia dikenal sebagai gadis yang gigih dan penuh semangat… tapi ternyata yang banyak orang kagumi dan banggakan tak membuatnya cukup rasa untuk melambaikan tangan dan mengatakan pada dunia ”farich” (aku bahagia), tak ingin terlalu banyak bicara karena diam juga terasa menyakitkan baginya,,
       Tak pernah sedikitpun menyangka, dalam kondisi seperti itu, hatinya masih tak pernah memiliki hati…dan yang tersisa adalah “mengandai-andai” sebab seolah harapan telah jauh menghindar. Bila saja lorong Doraemon itu ada, ingin rasanya berada dihamparan rumput dikelilingi gunung yang tinggi.
       Penyayang baru sebut Senja, meski hadirnya bak angin beliung (hadir tiba-tiba) terasa dingin dan memporak-porandakan pondasi yang kokoh, namun tiada berwujud, jabat tangan tiada berucap hanya berasa kehadirannya…lidahnya mengelu, hanya syair-syair merambah di sisi dinding jendela hati, tertuang rasa dalam bahasa:
Saat lamanya kemarau mengiringi, saat itu hujan yang dibutuhkan
Saat gelap malam menghampiri, Cahayalah pemecah sunyi
Saat ini jiwanya seperti mendung yang menunggu hujan setelah kemarau berkepanjangan, dan ia layaknya gerhana yang menanti cahaya rembulan

       Tatap mata yang tak asing…“Aku merasa kehilangan sesuatu entah pernah kumiliki atau tidak. Berminggu-minggu, berhari-hari, berjam-jam, toh rasa itu tetap sama saja, rasa yang tak memiliki rasa” batin Senja berkecamuk dalam garangnya matahari….
       Hadirnya lelaki sunyi masih menyisakan cerita, layaknya keabstrakan Gerimis: bisa jadi hujan lebat atau bisa mereda dan kemarau kembali…atau laksana mega merah: penyambut malam, bisa rembulan itu datang menyinari, bisa pula kegelapan yang menjadi buncah ilusi hati.
       Di sinilah, ia menghamparkan sajadah panjang terbentang tuk menggapai angan, takut adalah sifat naluri ketidakmampuan manusia, sesungguhnya Tuhan lah sebaik-baik tempat kembali. Ada seseorang yang bertanya tentang kisah cintaku..Aku menjawab singkat "setiap kali aku mencintai selalu ditinggalkan" ia pun berkata "terkadang memang lebih baik merelakan dan biarkan Dia yang menentukan, karena hanya Dia yang mampu menyelesaikan dan memilih yang terbaik dalam permasalahan cintamu" (Sun)
      Senja menyeringai dan berkata dalam hati Ke penghujung langit merah kan ku lontar jeritanku bersama kepercayaanku terhadapMu, Mengalunkan hanya satu nama indahmu…Hujan malam ini hembuskan gelisah…bersama rintiknya sembunyikan sepi, ku biarkan menggenangi sudut jiwa dan terhanyut dalam bayang ilusi, keberadaanmu selalu kupertanyakan, meski ku sadar tanpa alasan, namun selalu saja menjadi ingatan.
##
      Udara sejuk pagi menyemilir di pintu-pintu rumah Senja, 7 tahun setelah Esha tinggal bersamanya, kini Esha sudah kelas 2 SMA Negeri 1 Malang, menjelang Olympiade kimia berlangsung, Esha yang menjadi langganan sekolahnya untuk mengikuti kompetisi, kini olympiade kimia Nasioanal yang ke sekian kalinya bagi Esha, setelah bulan lalu ia menyabet juara 1 duta pariwisata, juara 1 akustik nasional dan masih banyak lagi. dengan rajin dan tekun ia mempersiapkan olympiade tersebut.
“Bagaimana persiapanmu dek??” Tanya Senja,
“Alhamdulillah kak, Insya Allah siap, mohon do’anya”.
“Adikku, Ada hal yang tanpa kita cari datang dengan sendirinya, namun ada juga hal yang perlu perjuangan dan pengorbanan untuk mendapatkannya…yang kita dapatkan dengan pengorbanan tidak selalu lebih baik dari yang datang dengan sendirinya...kita hanya bisa berencana, Tuhanlah yang menentukan hasilnya. Semangat sayang…” Pesan Senja untuk Esha.
##
      Olympiade Nasional dimulai. 6 jam berlangsung, ruangan terdengar ramai akan sorak setiap sekolah, kini tibalah saatnya pengumuman pemenang lomba, pembawa acara menaiki panggung besar, dag dig dug jantung semua peserta bendetak lebih kencang bagai genderang mau perang kata bang Ahmad Dani. Setelah juara 3 dan 2 tersampaikan, kini pembawa acara sedikit bertele-tele membuat semua orang penasaran, Baiklah hadirin sekalian, Juara 1 di raih oleh…..(aransemen musik megiringi suara MC) perwakilan dari SMA Negeri 1 Malang. Bapak Presiden RI memberikan medali kepada para pemenang, medali Emas dan beasiswa kuliah ke jepang di tangan Esha. Senja ikut bangga atas keberhasilan adiknya. Esha memberikan sambutan, syukur Alhamdulillah, saya ucapkan terimakasih kepada kakakku Senja, guru-guruku dan teman-temanku, saya ingin berbagi kisah untuk kalian. Esha pun mulai bercerita di sela sambutannya:
     Kisah bocah prematur yang selamat dari kematian, gunung meletus memisahkan ia dengan orang tuanya. Hidupnya adalah sebuah anugerah,5 tahun ia habiskan waktunya di panti Asuhan “at-Thoif” Malang, jelang usianya bertambah 6 bulan perempuan berkulit sawo matang dan berpakaian rapi mengambilnya dari panti. sayang nasib kurang memihaknya, orang tua asuh yang jahat, keras, dan suka memukul dengan rotan. ia pun melarikan diri dengan wajah katakutan.
      Bocah kecil yang malang. Hadirin,,,akankah ia mampu mengarungi kehidupan tanpa seorangpun di sisinya?? Akankah ia akan mencapai masa depan yang gemilang dengan kejamnya dunia??
       Tak banyak yang ia tahu tentang hidup, bahagia, kasih sayang, kenikmatan, yang ada hanya pukulan rotan ibu angkat, makian preman jalanan, celoteh mulut-mulut jalang perampas kekayaan yang bertengger duduk di perkantoran. Malam itu tiba-tiba membisu, tiada bersua meski sepatah kata, hanya sinar rembulan, bintang bergemerlapan, suara tokek dan jangkrik nyaring menghiasi malam yang hampa, ia tapaki cakrawala meski dengan merangkak hingga terkadang ia terpekur melihat hidupnya sendiri, wajah lusuh penuh tanya. Akankah ini arti hidup, bahagia, kasih sayang dan kenikmatan??? sambil mendongakkan wajah ke atas, seolah-olah mendemo Tuhan. Tuhan mengapa engkau tak adil padaku?? Menengadahkan tangan sambil merajuk pada Tuhannya, bertanya tentang hidup, arti kebahagiaan dan kasih sayang, tiada pula keluarga, seolah-olah keinginan untuk bertemu ayah ibunya tak mampu terbendung lagi, Sehening apa pun itu, selalu saja ada suara, suara detak rindu.
Cerita pun terhenti, Senja berdiri dan merangkulnya di atas pentas, kesadaran tersentak melumpuh dicengramnya duka dalam ruangan.
        
        Hadirku disini juga berkat kakak ku Senja yang sekaligus mejadi orang tuaku “sambil melihat wajah Senja”. Tepuk tangan dan tangis haru menyertai sambutan Esha. kini Esha mampu membuktikan pada dunia, akan miracle of usaha keras, kesabaran, dan kesholihannya akan mengingat Tuhan telah membawanya terbang bersama mimpi dan pertanyaan-pertanyaan masa lalu yang kelam.
       Waktu telah memberikan jawaban akan semua pertanyaan yang mendesir bagai ombak di laut lepas. Bahwa hidup adalah petualangan yang mengasyikkan jika kita memaknai semua kejadian dengan tidak membatasi fikiran, hati dan mata kita untuk terus memandang luas dan melukis indah akan torehan sejarah kehidupan. Bersyukur dan teruslah berkarya.
      Di sudut ruang terlihat lelaki sunyi menghadiri acara Esha, sapanya mendekati Senja, sejak lama lelaki ini mengintai Senja, namun menunggu waktu yang tepat untuk menemui dan menyatakn semuanya, kini di balik kesuksesan dan kebahagiaan Esha, Senja pun bertemu dengan pangeran dambaan yang mampu menerangi sudut hatinya yang sunyi,..
      Jiwa senja tersenyum serasa membisik pelan pada neuronnya Aku hanya tahu satu hal, matahari tak pernah terbit menunggu waktu yang tepat tetapi dengan waktunya sendiri, dan setiap kali ia terbit ia mampu menyapu habis kegelapan. Engkaulah ‘Sun’ yang ku tunggu dan menjadi penerang setelah gelapku dalam elegi merbabu.

Pesan Moral:
Selalu ada akhir dari setiap kisah yang diciptakan
Namun, penulis selalu menulis akhir yang menyenangkan
Kita adalah penulis kisah hidup kita, maka tulislah akhir yang menyenangkan...
dan jadikanlah sabar dan sholat sebagai penopangmu (Sun)

0 comments:

Post a Comment